Prasarana-prasarana Shinkansen (2/2)
Lanjutan dari Prasarana chapter 1, kali ini Part 3 akan melanjutkan pembahasan prasarana-prasarana Shinkansen tetapi kali ini untuk di bidang sistem kelistrikan dan sistem persinyalan. Karena sebelum nya untuk bagian terakhirnya membahas LAA, sehingga kita mulai pembahasanya dari sistem kelistrikan.
Bagian Kelistrikan
1. Gardu
Gardu traksi Shinkansen tidak berbeda jauh dengan gardu traksi elektrifikasi AC pada umumnya. Tetapi, gardu traksi Shinkansen dilengkapi sensor gempa, sehingga jika mendeteksi gempa di atas ambang yang di setel maka secara otomatis gardu akan menghentikan transmisi listrik ke LAA, sehingga LAA pun mati dan kereta yang kehilangan suplai listrik akan mengaktifkan rem EB.
Selain gardu traksi, juga di sisi timur sungai Fuji hingga Tokyo sepanjang Tokaido Shinkansen ada beberapa gardu frequency conversion (FC) untuk mengubah frequency listrik arus AC. hal ini dikarenakan Jepang mempunyai dua sistem frequency, Jepang bagian barat menggunakan 60Hz sedangkan Jepang bagian timur menggunakan 50Hz yang sungai Fuji menjadi perbatasan 60Hz dan 50Hz. Saat Tokaido Shinkansen dibuka sejak 1964, pada saat itu masih belum dapat mengembangkan sarana dual frequency sehingga akhirnya diperlukan penyeragaman frekuensi LAA dari Tokyo hingga Shin-Osaka, Dengan hal itu untuk daerah 50Hz diperlukan converter untuk mengubah listrik menjadi 60Hz, dengan hal ini dipilih menggunakan 60Hz untuk LAA nya karena lebih banyak daerah 60Hz sehingga bisa meminimalisir jumlah gardu FC.
Gardu FC pun mempunyai 2 jenis, yaitu tipe generator dan tipe statis. Tetapi untuk saat ini 1 per 1 sedang dilakukan penggantian ke tipe statis untuk mengurangi energy-loss dan biaya maintenance.
2.Sectioning Post (SP)
SP adalah pembatas feeder di perbatasan area suplai substation. Di Shinkansen ada juga Sub-Sectioning Post (SSP) untuk memisahkan petak feeder saat kondisi darurat. Auto-Transformer Post (ATP) dipasang di petak jarak pemasangan AT nya terbuka.
3.Tunnel Disconnect Switch (TDS)
Sesuai namanya, TDS adalah pemutus feeder di setiap ujung terowongan agar saat terjadi gangguan LAA di luar terowongan dapat menyetel suplai LAA untuk terowongan sehingga kereta yang terjebak di dalam terowongan dapat dievakuasi segera mungkin.
Untuk SCADA saya bahas di bagian sistem ya, karena sistem nya terintegrasi sama sistem persinyalan sehingga akan dibahas sekaligus.
Bagian Persinyalan
- Track circuit
Track circuit di Shinkansen menggunakan tipe yang mengalirkan signal current di rel, mendekteksikan sarana dan mengirimkan sinyal ATC. Ada tipe konvensional yaitu menggunakan isolator sebagai pemisah block dan ada juga isolator-less. Untuk yang isolator-less, aliran untuk pendekteksi sarana mengalir terus, dan jika mendeteksi sarana maka akan mengalirkan sinyal train control.
Isolatorless (kiri) dan konvensional (kanan)
Track Circuit juga ada yang digunakan di section (peralihan catu daya LAA). Saat kereta masuk ke dalam section, feeder langsung berpindah dari sisi kereta masuk ke sisi kereta keluar section.
2. Interlocking
Untuk sistem Interlocking di Shinkansen yang menggunakan persinyalan DS-ATC, terintegrasi menjadi satu yaitu SAINT (Shinkansen ATC and Interlocking System).
Dengan adanya SAINT maka dapat mempersimplekan komponen sehingga dapat memperkecil perangkat dan biaya nya, serta dapat meningkatkan kehandalan dan responsibilitas pada sistem.
3. ATC (Automatic Train Control)
Di Shinkansen, sistem ATC pun menjadi kunci keselamatan Shinkansen menjadi sangat tinggi. ATC adalah sistem untuk mencegah sarana melebihi batas kecepatan yang tentukan pada petak tertentu. Sejarah ATC pun berawal dari pengembangan Shinkansen, untuk menggantikan aspek signal yang ada di pinggir jalur, dengan alasan masinis sulit untuk melihat aspek sinyal dari sarana yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi. Disitulah ada salah satu ide untuk mendisplay sinyal di dalam kabin masinis.
Sinyal kabin berbeda dengan aspek wayside sinyal seperti merah kuning hijau, tetapi cab signal ini menunjukan batas kecepatan di speedometer, misalnya jika angka 80 menyala, maka batas kecepatan adakah 80 km/h.
Sistem ATC pun ada perkembangan juga, dari awalnya Tokaido Shinkansen pada 1964, ATC hanya bisa menunjuk kecepatana pada 0, 30, 70, 110, 160, 210, dan digunakan juga di Sanyo Shinkansen pada 1972. ada modifikasi pada sistem lama ini di tahun belakangan seperti penambahan kode sinyal (menjadi 0, 30, 70, 120, 170, 220, 230, 255, 270, 275, 275, 285, dan 300). Di samping itu ada juga ATC-2 (0, 30, 70, 110, 160, 210, 240 daengan tambahan 260 dan 275 di beberapa tahun berikut nya) yang dipake di Tokoku dan Joetsu Shinkansen, dan ada perkembangan saat digunakan di Hokuriku Shinkansen yaitu menggunakan teknologi Microelectronics sehingga memperkecil perangkat ground unit.
Sejak 2002 saat perpanjangan Tohoku Shinkansen ke Hachinohe, disini terjadi perubahan besar pada sistem ATC, yaitu mulai digunakan nya Digital ATC, untuk di Shinkansen ini dinamakan DS-ATC (Digital communication & control for Shinkansen-ATC)
(Merah: one-brake pattern ATC)
DS-ATC ini berbeda jauh sama sistem ATC sebelumnya, ATC sebelum nya mengirim batas kecepatan ke sarana sedangkan DS-ATC secara sistem mengirimkan informasi blok dan posisi berhenti pada blok tertentu. Sarana yang mendapatkan informasi akan mengkalkulasi jarak hingga blok yang harus berhenti sesuai database pada sarana dengan kemampuan spesifikasi sarana seperti performa pengereman.
Cara ini membuat brake pattern pun menjadi 1 kali saja sehingga dapat meningkatkan kecepatan, kenyamanan, dan mengrapatkan headway. Jalur yang mengadopsi sistem DS-ATC juga dilengkapi RS-ATC, yaitu sistem backup jika DS-ATC tidak dapat digunakan, RS-ATC menjadi sistem ATC berbasis radio pertama di Jepang, yaitu menggunakan channel radio digital yang tidak digunakan. Dengan RS-ATC, maka akan meningkatkan keselamatan saat sistem track circuit tidak berfungsi, dan memperbolehkan sarana berjalan sepur salah.
Ada juga ATC-NS, yaitu sistem Digital ATC versi JR Tokai yang basis nya dari KS-ATC. Perbedaan nya adalah mempunyai fitur ATC-1D yang memudahkan perpindahan brake pattern menjadi one-pattern. DS-ATC mengirim posisi berhenti sedangkan ATC-NS mengirim informasi jumlah blok yang terbuka.
Perbedaan rem otomatis pada berhenti di stasiun pada tiap-tiap ATC:
DS-ATC – hingga 75 km/h (sebelum wesel, 2 pattern)
KS-ATC – hingga 15 km/h (3 pattern)
ATC-NS – hingga 30 km/h (3 pattern)
Speedometer DS-ATC pada seri E2, E3, E5, E5/H5, E6, E7/W7, East i
Speedometer KS-ATC / ATC-NS pada seri 500, 700, 800, N700, dan Doctor Yellow
Speedometer juga ada perbedaan, serta bunyi saat taspat berubah.
4. Radio Komunikasi
Sistem Radio Komunikasi yang digunakan untuk komunikasi antara kereta dan CTC. Sistem ini sudah digunakan di Shinkansen sejak awal 1964 dimana radio komunikasi masih belum diaplikasikan di zairaisen/jalur eksisting. Pada awal nya menggunakan sistem analog dengan tipe space-wave radio ini sempet digantikan dengan kabel LCX karena banyak spot yang sinyal nya lemah terutama di terowongan.
Sistem Radio berbasis digital mulai digunakan di Tohoku dan Joetsu Shinkansen sejak November 2002, 1 bulan sebelum dibukanya jalur ekstensi ke Hachinohe yang menggunakan DS-ATC. Radio komunikasi digital ini dapat meningkatkan kapasitas saluran channel sehingga manfaat dapat digunakan untuk komunikasi data seperti status kondisi sarana ke OCC dan dipo, dan sebaliknya dari OCC dapat mengirim message seperti informasi taspat sementara, kondisi perjalanan kereta (keterlambatan, posisi, dll), dan hal-hal lain yang terkait dengan train dispatching. Manfaat bukan hanya untuk operasional, tetapi juga untuk penumpang seperti layanan telepon umum, Wi-Fi (Tokaido Shinkansen), Informasi status operasional dan iklan pada PIDS.
Ada juga radio komunikasi untuk petugas pemeriksa prasarana, yaitu sistem telepon nirkabel sepanjang jalur Shinkansen yang menggunakan HHT (Hand-Held Terminal) terkoneksi ke kabel LCX. Sistem ini terhubung dengan jaringan intranet JR dan terhubung juga ke sistem management maintenance sehingga lokasi pekerjaan dapat diketahui oleh sistem.
Oh iya, di masa depan sistem radio komunikasi di Tokaido Shinkansen akan direncanakan diperbarui pada 2027, yang baru akan menggunakan frekuensi EHF yang kapasitas komunikasi nya 300x lipat lebih besar dibanding sistem saat ini.
5. Sistem-Sistem Management Pada Shinkansen
Jadi, sistem-sistem yang digunakan di Shinkansen ini sangat besar, bahkan ada yang melingkup secara keseluruhan dari managemen sarana, prasarana, operasional, dan pokok nya ada lagi deh.
Berkembangnya teknologi informasi (IT), sistem pun semakin berbenah menjadi lebih besar. Dulu sejak Tokaido Shinkansen dibuka hanya sistem CTC (Cenntralized Train Control) biasa, terus dikembangkan nya COMTRAC yaitu sistem PTC (Programmed Train Control), yang awal nya hanya fitur PRC (Programmed Route Control) ini di kembangkan juga sehingga mempunyai sistem supervision yang proper. Untuk di Shinkansen bagian timur, sistem COMTRAC ini digantikan oleh COSMOS yang bukan hanya fitur PTC saja.
a. COMTRAC (Computer Aided Traffic Control System)
COMTRAC adalah sistem managemen pertamanya Shinkansen yang sudah digunakan sejak 1972, saat dibukanya Sanyo Shinkansen hingga Okayama. Walaupun COMTRAC hanya digunakan di Tokaido dan Sanyo Shinkansen, dulu juga digunakan di Tohoku dan Joetsu Shinkansen. COMTRAC terdiri dengan 3 subsystem.
*SMIS = Shinkansen Management Information System
*EDP = Electronic Data Processing
*MAP = Man-Machine Advanced Processor
b.COSMOS (COmputerized Safety, Maintenance and Operation Systems of shinkansen)
COSMOS adalah sistem yang dibuat dari awal satu untuk Shinkansen bagian timur, untuk menggantikan COMTRAC yang sudah bottleneck karena perkembangan jalur-jalur dan pola operasi yang semakin kompleks.
Berbeda dengan COMTRAC, COSMOS meliputi bukan hanya di sistem persinyalan, tetapi juga di managemen sarana, kelistrikan, perawatan, maintenance, cuaca, dan fasilitas.
Fitur-Fitur Subsystem COSMOS meliputi:
Transport planning system – Untuk membuat GAPEKA, terintergrasi dengan alokasi sarana dan kru KA.
Traffic management system – Mengatur perjalanan pada hari-H sesuai GAPEKA. Fitur-fiturnya, data GAPEKA akan dikirimkan ke sistem PRC yang di stasiun untuk mengatur train tracking, penyetelan rute serta pengendali PIC.
Fitur pengendali PIC yaitu pengendali departure board (kiri) pada stasiun dan tanda posisi berhenti (kanan).
Rolling stock management system – Mengelola data pada sarana terkait perawatan dan kerusakan, terhubung dengan sistem dipo yang akan supply suku cadang.
Infrastructures management system – Mengelola dan memanajemen perawatan jalan rel serta sintelis (sinyal, telekomunikasi, listrik), terhubung dengan kantor pusat dan cabang. Mengkoleksi data dari kereta East i dan mengirimkan nya ke sistem managemen maintenance.
Maintenance work schedule management system – Mendukung pekerjaan perawatan fasilitas, terhubung dengan perangkat pada sarana kereta kerja sehingga petugas maintenance tidak perlu menghubungi PPKA atau OCC untuk mengubah wesel.
Electric power supply control system (COSMOS-SCADA) – Mengendalikan dan memonitor fasilitas gardu traksi, serta jaringan LAA seperti SP dan SSP.
Centralized information monitoring system (CMS) – Memonitor sistem sintelis dan sensor-sensor cuaca seperti kekencangan angin, rainfall, ketebalan salju, suhu rel, sensor gempa, dll.
Depot management system – Mengatur rute, membuat plan pekerjaan perawatan, sehingga dapat menghilangkan PPKA di dipo. Penyetelan rute untuk pelangsiran dilakukan oleh perangkat masinis dan system.
c. SIRIUS (Super Intelligent Resource and Innovated Utility for Shinkansen Management) di Kyushu Shinkansen
Secara umum sama seperti sistem-sistem yang diatas, keunikan pada sistem ini adalah terintergrasi dengan sistem JACROS (JR Kyushu Advanced and Concentrated Railway Operating Systems) dimana untuk mendukung estafet antara Kyushu Shinkansen dan KA feeder Tsubame di jalur eksisting.
d. CYGNUS (Computer system for signal control and useful maintenance of Hokkaido Shinkansen)
Walaupun sistem ini terintegrasi dengan COSMOS, ada perbedaan nya, yaitu sistem ini tersentralisasi pada pengendalian rute. CYGNUS juga menggabungkan GAPEKA kereta jalur eksisting karena sharing track pada Seikan Tunnel. Shinkansen lebih diprioritaskan sehingga jika ada KA dari jalur eksisting yang terlambat, maka akan ditahan oleh sistem untuk mencegah keterlambatan kereta pada jalur eksisting menyebar ke Shinkansen.
Kira-kira bisa paham gak ya? Kalo masih belum paham kalian bisa bertanya ya!
Sekian, Terima kasih telah membaca!